Kamis, 06 Agustus 2009

Pertemuan Kedua: DINAMIKA HUKUM ISLAM

Pertemuan Kedua

DINAMIKA HUKUM ISLAM

a. Periode Nabi SAW.

Selama + 23 tahun, tepatnya mulai Muhammad diangkat sebagai Rasul (17 Ramadhan) sampai beliau wafat (12 Rabi’ul Awwal 11 H.), suasana dinamika hukum Islam telah tampak. Seperti adanya ayat-ayat nasikh wal mansukh, dan juga sabda-sabda beliau yang membatalkan hukum sebelumnya dan mengganti dengan hukum yang baru. Adapun tujuan adanya nasikh wal mansukh adalah demi kebaikan manusia (lihat Q.S. Al-Baqarah: 106).

Misalnya, selama 16 bulan Nabi dan kaum Muslimin shalat menghadap ke Baitul Maqdis/Muqaddas (Yerusalem, Palestina). Tetapi, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan Nabi dan kaum Muslimin shalat menghadap Masjidil Haram (Ka’bah), yaitu firman Allah SWT: Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya...”

Contoh lainnya, Rasulullah semula melarang ziarah kubur karena dikhawatirkan akan membawa unsur-unsur kesyirikan, sehingga ditakutkan penyakit jahiliyah timbul kembali. Tetapi, setelah beberapa waktu kemudian, beliau memperbolehkan umat Islam untuk berziarah. Hal ini terjadi karena Nabi telah memperhitungkan --secara psikologis—iman mereka telah kuat & untuk membiasakan mereka ingat kepada kematian sehingga cinta mereka kepada dunia tidak berlebihan.

b. Periode Khulafaur Rasyidin

Periode ini berjalan + 29 tahun. Periode Khulafaur Rasyidin ini membawa perkembangan hukum Islam yang lebih dinamis, sebab daerah dakwah Islam telah menyebar luas ke seluruh jazirah Arab. Di antara empat Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khattab adalah seorang yang dinamis dalam hal hukum Islam.

c. Periode perkembangan ilmu Fiqih

Barangkali kalau ditelusuri, pada periode ini banyak sekali tokoh-tokoh yang bermunculan dalam bidang ilmu fiqih. Namun, yang lebih populer dari sekian banyak itu adalah: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali.

Hukum Islam ini dapat disamakan dengan syariat Islam, uraiannya berisikan koleksi daya pikir para fuqoha’ (sarjana-sarjana hukum Islam) dalam menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat yang bersumberkan dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas.

Adapun yang dimaksud dengan syari’at menurut ahli Ilmu Ushul (Fiqh), adalah firman Allah yang ditujukan kepada orang Muslim yang mukallaf (cakap, bertanggung jawab), merupakan perintah, larangan dan kebebasan memilih.

Kemudian ilmu yang memperbincangkan syari’at ini disebut fiqh, artinya menganalisa segala macam hukum yang berasal dari syari’at tersebut. Dalam kamus dunia hukum, fiqh ini disebut juga dengan jurisprodensi.beda syari’at dan fiqh adalah syari’at sifatnya tetap (permanen). Sedang Fiqh sifatnya berubah melihat situasi dan kondisi siapa dan di mana hukum itu dikelola. Jelasnya, ilmu fiqh adalah merupakan dinamika interpretasi dari syariat yang dikelola oleh fuqaha’.

Ada pula yang mendefinisikan, ilmu fiqih adalah ilmu tentang hukum syara' (baik wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram; atau juga batal dan tidak batal) yang bersifat praktis yang diperoleh/digali dari dalil yang terperinci.

Senin, 03 Agustus 2009

Pertemuan Pertama: TRILOGI AJARAN ILAHI

Pertemuan Pertama

TRILOGI AJARAN ILAHI

(ISLAM, IMAN, & IHSAN)

حدثني أبي عمر بن الخطاب، قال: بينما نحن عند رسول الله صلى الله عليه وسلم ذات يوم، إذ طلع علينا رجل شديد بياض الثياب. شديد سواد الشعر. لا يرى عليه أثر السفر. ولا يعرفه منا أحد. حتى جلس إلى النبي صلى الله عليه وسلم. فاسند ركبتيه إلى ركبتيه. ووضع كفيه على فخذيه. وقال: يا محمد! أخبرني عن الإسلام. فقال رسول الله صلى الله عليه وسلم: "الإسلام أن تشهد أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم. وتقيم الصلاة. وتؤتي الزكاة. وتصوم رمضان. وتحج البيت، إن استطعت إليه سبيلا" قال: صدقت. قال فعجبنا له. يسأله ويصدقه. قال: فأخبرني عن الإيمان. قال: "أن تؤمن بالله، وملائكته، وكتبه، ورسله، واليوم الآخر. وتؤمن بالقدر خيره وشره" قال: صدقت. قال: فأخبرني عن الإحسان. قال: "أن تعبد الله كأنك تراه. فإن لم تكن تراه، فإنه يراك". ............. قال ثم انطلق. فلبثت مليا. ثم قال لي: "يا عمر! أتدري من السائل؟" قلت: الله ورسوله أعلم. قال: "فإنه جبريل أتاكم يعلمكم دينكم". (رواه مسلم)

Umar bin Khattab bercerita kepadaku, ia berkata: Pada suatu hari ketika kami duduk di dekat Rasulullah saw, tiba-tiba muncul seorang laki-laki yang berpakaian sangat putih dan rambutnya sangat hitam. Pada dirinya tidak tampak bekas dari perjalanan jauh dan tidak ada seorang pun di antara kami yang mengenalnya. Kemudian ia duduk di hadapan Nabi saw, lalu menempelkan kedua lututnya ke lutut Nabi, dan meletakkan kedua tangannya di atas kedua paha beliau, kemudian berkata: ”Hai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang Islam!” Kemudian Rasulullah saw menjawab: ”Islam yaitu: hendaklah engkau bersaksi tiada tuhan (sesembahan) yang haq disembah kecuali Allah dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Allah. Hendaklah engkau mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa pada bulan Ramadhan, dan mengerjakan haji ke rumah Allah jika engkau mampu mengerjakannya.” Orang itu berkata: ”Engkau benar.” Kami menjadi heran, karena dia yang bertanya dan dia pula yang membenarkannya. Orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang iman!” (Rasulullah) menjawab: ”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, beriman kepada para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, para utusan-Nya, hari akhir, dan hendaklah engkau beriman kepada taqdir yang baik dan yang buruk.” Orang tadi berkata: ”Engkau benar.” Lalu orang itu bertanya lagi: ”Lalu terangkanlah kepadaku tentang ihsan!” (Beliau) menjawab: “Hendaklah engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Namun jika engkau tidak dapat (beribadah seolah-olah) melihat-Nya, sesungguhnya Ia melihat engkau.” ............ Kemudian orang itu pergi, sedangkan aku tetap tinggal beberapa saat lamanya. Lalu Nabi saw bersabda: ”Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya itu ?”. Aku menjawab: ”Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Lalu beliau bersabda: ”Dia itu adalah Malaikat Jibril yang datang kepada kalian untuk mengajarkan agama kalian.”(HR. Muslim).

Kesimpulan dan Catatan:

  1. Sebagian ulama menyebut hadits ini sebagai “Induk sunnah”, karena seluruh sunnah berpulang kepada hadits ini.
  2. Dienul Islam mencakup tiga hal, yaitu: Islam, Iman dan Ihsan. Islam berbicara masalah lahir, iman berbicara masalah batin, dan ihsan mencakup keduanya.Ihsan memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari iman, dan iman memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari Islam. Tidaklah ke-Islam-an dianggap sah kecuali jika terdapat padanya iman, karena konsekuensi dari syahadat mencakup lahir dan batin. Demikian juga iman tidak sah kecuali ada Islam (dalam batas yang minimal), karena iman adalah meliputi lahir dan batin.
  3. Istilah “Rukun” pada dasarnya merupakan hasil ijtihad para ulama untuk memudahkan umat dalam memahami din.
  4. Islam tidak absah tanpa iman, dan iman tidak sempurna tanpa ihsan. Sebaliknya, ihsan mustahil tanpa iman, dan iman juga tidak mungkin tanpa inisial Islam. Jadi, antara ketiga istilah ini saling terkait satu dengan yang lain. Setiap satu dari ketiga istilah itu mengandung makna dua istilah lainnya. Dalam iman terdapat Islam dan ihsan, dalam Islam terdapat iman dan ihsan dan dalam ihsan terdapat iman dan Islam. Dari sudut pengertian inilah kita melihat iman, Islam, dan ihsan sebagai trilogi ajaran Ilahi.