Pertemuan Kedua
DINAMIKA HUKUM ISLAM
a. Periode Nabi SAW.
Selama + 23 tahun, tepatnya mulai Muhammad diangkat sebagai Rasul (17 Ramadhan) sampai beliau wafat (12 Rabi’ul Awwal 11 H.), suasana dinamika hukum Islam telah tampak. Seperti adanya ayat-ayat nasikh wal mansukh, dan juga sabda-sabda beliau yang membatalkan hukum sebelumnya dan mengganti dengan hukum yang baru. Adapun tujuan adanya nasikh wal mansukh adalah demi kebaikan manusia (lihat Q.S. Al-Baqarah: 106).
Misalnya, selama 16 bulan Nabi dan kaum Muslimin shalat menghadap ke Baitul Maqdis/Muqaddas (Yerusalem, Palestina). Tetapi, kemudian turunlah ayat yang memerintahkan Nabi dan kaum Muslimin shalat menghadap Masjidil Haram (Ka’bah), yaitu firman Allah SWT: “Dan dari mana saja kamu keluar, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidilharam. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya...”
Contoh lainnya, Rasulullah semula melarang ziarah kubur karena dikhawatirkan akan membawa unsur-unsur kesyirikan, sehingga ditakutkan penyakit jahiliyah timbul kembali. Tetapi, setelah beberapa waktu kemudian, beliau memperbolehkan umat Islam untuk berziarah. Hal ini terjadi karena Nabi telah memperhitungkan --secara psikologis—iman mereka telah kuat & untuk membiasakan mereka ingat kepada kematian sehingga cinta mereka kepada dunia tidak berlebihan.
b. Periode Khulafaur Rasyidin
Periode ini berjalan + 29 tahun. Periode Khulafaur Rasyidin ini membawa perkembangan hukum Islam yang lebih dinamis, sebab daerah dakwah Islam telah menyebar luas ke seluruh jazirah Arab. Di antara empat Khulafaur Rasyidin, Khalifah Umar bin Khattab adalah seorang yang dinamis dalam hal hukum Islam.
c. Periode perkembangan ilmu Fiqih
Barangkali kalau ditelusuri, pada periode ini banyak sekali tokoh-tokoh yang bermunculan dalam bidang ilmu fiqih. Namun, yang lebih populer dari sekian banyak itu adalah: Imam Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’i, dan Imam Hanbali.
Hukum Islam ini dapat disamakan dengan syariat Islam, uraiannya berisikan koleksi daya pikir para fuqoha’ (sarjana-sarjana hukum Islam) dalam menerapkan syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat yang bersumberkan dari Al-Qur’an, Hadits, Ijma’, dan Qiyas.
Adapun yang dimaksud dengan syari’at menurut ahli Ilmu Ushul (Fiqh), adalah firman Allah yang ditujukan kepada orang Muslim yang mukallaf (cakap, bertanggung jawab), merupakan perintah, larangan dan kebebasan memilih.
Kemudian ilmu yang memperbincangkan syari’at ini disebut fiqh, artinya menganalisa segala macam hukum yang berasal dari syari’at tersebut. Dalam kamus dunia hukum, fiqh ini disebut juga dengan jurisprodensi.beda syari’at dan fiqh adalah syari’at sifatnya tetap (permanen). Sedang Fiqh sifatnya berubah melihat situasi dan kondisi siapa dan di mana hukum itu dikelola. Jelasnya, ilmu fiqh adalah merupakan dinamika interpretasi dari syariat yang dikelola oleh fuqaha’.
Ada pula yang mendefinisikan, ilmu fiqih adalah ilmu tentang hukum syara' (baik wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram; atau juga batal dan tidak batal) yang bersifat praktis yang diperoleh/digali dari dalil yang terperinci.